Pariwisata Indonesia Memasuki Babak Baru
AdeevaTravel-Apa yang dilakukan Kementerian Pariwisata Indonesia, Pariwisata Indonesia sepertinya memasuki babak baru. Atas intruksi Presiden Republik Indonesia, Bapak Joko Widodo, Target 20 juta wisatawan mancanegara harus terealisasi pada tahun 2019. Pariwista Indonesia akan disulap menjadi mesin pengeruk uang yang handal, Sekaligus alat yang penting dalam memamerkan citra Indonesia di mata dunia.
Sejak terpilih, Menteri Pariwisata Indonesia, Arief Yahya telah melakukan beberapa terobosan. Misalnya:
- Pembebasan visa untuk turis dari beberapa negara
- Pengembangan jalur yacht
- Penguatan brand Wonderful Indonesia
- Strategi pemasaran DOT (Destination, Origin, Time)
- Prioritas pembangunan destinasi 2015-2019
- Dan lain sebagainya
Semua ini adalah rencana yang disusun dengan mata terarah pada target 20 juta wisatawan pada tahun 2019.
Dengan sumber daya alam yang menempati peringkat ke-6 sebagai salah satu indikator torism competitivenes (2013), Apa yang dilakukan Kementerian Pariwisata Indonesia dan yang diinginkan Presiden adalah logika untuk negeri secantik Indonesia. Yang seharusnya Indonesia berada di papan atas destinasi pariwisata dunia.
Dalam data World Economic Forum tahun 2013 lalu, tiga indikator yang paling melemahkan posisi Indonesia adalah infrastruktur pariwisata, infrastruktur ICT dan kebersihan atau kesehatan.
Target 20 juta wisatawan pada tahun 2019 berbanding dengan 9,4 juta tahun lalu. sanggupkah? Optimisme tentu menjalar seisi gedung Kemenpar mengingat roda pemerintahan anyar masih belum setahun. Dengan gairah itu, pemasaran pariwisata menjadi prioritas. ‘Apapun yang terjadi, 20 juta wisman harus masuk ke Indonesia empat tahun lagi’, saya membayangkan Pak Menpar berkata seperti itu dengan lidah berapi-api. Bahkan, konon anggaran khusus untuk pemasaran naik empat kali lipat menjadi 1,2 triliun pada tahun 2015 ini.
Seperti saya sebut sebelumnya, target 20 juta wisman adalah angka yang wajar. Malaysia dan Thailand saja sudah melebihi angka 25 juta wisman dan mungkin sedang menyasar 30 juta wisman dalam beberapa tahun ke depan. Namun, ambisi itu juga harus diimbangi dengan pemahaman kritis terhadap pariwisata.
Target Pak Jokowi mau tak mau membuat strategi pariwisata nasional akan sangat ekonomistis dan business-oriented. Industri pariwisata akan dimajukan untuk mendorong angka 20 juta itu terwujud. Memang pariwisata sudah lama dipandang sebagai alat yang penting dalam meningkatkan perekonomian, tapi jangan lupa bahwa ia juga peristiwa sosial budaya yang amat terkait dengan masyarakat dan lingkungan.
Memasarkan pariwisata Indonesia sederas mungkin ke dunia luar sah-sah saja. Tapi konsep ‘sustainable’ harus diperhatikan dan dijadikan komitmen bersama para stakeholder pariwisata nasional. Term ‘sustainable’ memang salah satu kata terpopuler di seperempat awal abad ini, menggantikan popularitas kata ‘globalisasi’ yang ironisnya adalah sebab mengapa konsep ‘sustainable’ naik ke permukaan. Maka, sustainable tourism adalah kunci.
Sudah sering kita lihat pertarungan antara industri/bisnis dan masyarakat/lingkungan. Kita juga sudah tahu siapa yang lebih sering kalah dan apa dampaknya bagi kehidupan di bumi ini. Pariwisata memang salah satu cara terbaik bagi manusia untuk mengenali kehidupan, baik tentang dirinya maupun dunia. Namun, ia bisa jadi salah satu penyebab kenapa budaya tradisional tersingkir dan lingkungan rusak.
Tentu pendekatan yang ekonomistis itu harus diimbangi pendekatan yang lebih environmentalis. Bukan apa-apa, jika terlalu gegabah memaksakan angka keramat 20 juta wisman tadi, bisa-bisa keseimbangan sosial, budaya, dan ekologi di destinasi-destinasi pariwisata justru akan goyah. Dan yang terjadi setelahnya adalah penyusutan nilai sumber daya. Jangan sampai itu terjadi.
Untungnya, Pak Menpar yang sekarang tampaknya sangat berbasis pada riset dan data. Semua kebijakannya yang berorientasi bisnis dan industri tadi didasarkan pada angka-angka statistik. Seharusnya, Pak Menpar juga mempertimbangkan riset-riset kualitatif tentang kondisi sosial, budaya, dan lingkungan agar pemahaman yang menyeluruh bisa didapatnya sebelum mengambil putusan.
Pada akhirnya, babak baru pariwisata Indonesia ini patut diperhatikan. Ia akan sangat menentukan arah dan laju tahun-tahun setelahnya. Sepuluh tahun lagi, akan menyenangkan rasanya jika menulis lagi tentang pariwisata nasional dalam situasi Indonesia sudah mengalahkan Thailand dan Malaysia sebagai raja di Asia Tenggara.
Sumber:studipariwista
SHARE US →